Dasar hukum untuk pesawat uap di Indonesia merujuk pada beberapa peraturan perundangan yang mengatur keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terkait pesawat uap dan bejana tekan. Beberapa peraturan penting meliputi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, serta beberapa Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) yang mengatur secara lebih rinci mengenai K3 pesawat uap dan bejana tekan.
Berikut adalah beberapa peraturan yang menjadi dasar hukum terkait pesawat uap:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja:
Undang-undang ini menjadi dasar hukum utama yang mengatur keselamatan dan kesehatan kerja secara umum di Indonesia, termasuk di dalamnya aspek keselamatan kerja terkait pesawat uap. - Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie 1930):
Peraturan ini masih berlaku dan menjadi dasar hukum khusus yang mengatur tentang pesawat uap, meskipun sudah cukup tua. - Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 01/MEN/1988 tentang K3 Pesawat Uap:
Peraturan ini memberikan aturan yang lebih rinci mengenai kualifikasi dan persyaratan bagi operator pesawat uap. - Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 37 Tahun 2016 tentang K3 Bejana Tekan:
Peraturan ini mengatur keselamatan dan kesehatan kerja untuk bejana tekan, yang seringkali terkait dengan pesawat uap. - Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 4 Tahun 2025:
Peraturan ini juga mengatur tentang pesawat uap.
Selain peraturan-peraturan di atas, terdapat juga peraturan lain yang mengatur secara lebih spesifik, seperti peraturan mengenai klasifikasi juru las dan peraturan mengenai pemeriksaan dan pengujian pesawat uap dan bejana tekan. Penting untuk dicatat bahwa peraturan-peraturan ini perlu dipahami dan diterapkan dengan benar untuk memastikan keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan yang menggunakan pesawat uap.
Peraturan Uap 1930
Peraturan Uap 1930, juga dikenal sebagai Undang-Undang Uap 1930 atau Stoom Ordonnantie 1930, adalah peraturan yang mengatur tentang pesawat uap, termasuk ketel uap, di Indonesia. Peraturan ini menetapkan persyaratan untuk pengoperasian, perizinan, dan keselamatan pesawat uap.
Isi Pokok Peraturan Uap 1930:
- Definisi Pesawat Uap:
Peraturan ini mendefinisikan “pesawat uap” mencakup ketel uap dan alat-alat lain yang terkait langsung atau tidak langsung dengan ketel uap dan digunakan untuk bekerja dengan uap, menurut Eprints Polsri. - Perizinan:
Pengoperasian pesawat uap memerlukan izin yang dikeluarkan oleh Direktur Pembinaan Norma-Norma Keselamatan Kerja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, menurut Disnaker Balikpapan. - Persyaratan Teknis:
Peraturan ini menetapkan persyaratan teknis untuk pesawat uap, termasuk perlengkapan keselamatan seperti katup pengaman, manometer, dan pipa uap penghubung, menurut Scribd. - Pemeriksaan Berkala:
Pesawat uap harus menjalani pemeriksaan berkala untuk memastikan keamanan operasi, menurut Scribd. - Kewajiban Pemakai:
Pemakai pesawat uap memiliki kewajiban untuk memenuhi persyaratan keselamatan dan melaporkan kejadian terkait pesawat uap, menurut Scribd. - Sanksi:
Pelanggaran terhadap peraturan ini dapat dikenakan sanksi berupa kurungan atau denda.
Pentingnya Peraturan Uap 1930:
Peraturan ini menjadi dasar hukum untuk pengawasan keselamatan kerja terkait pesawat uap.
Meskipun sudah lama, Peraturan Uap 1930 masih berlaku dan menjadi acuan dalam pemeriksaan dan pengujian pesawat uap dan bejana tekan, menurut www.mmigroup.id.
Peraturan ini menjadi landasan bagi peraturan perundang-undangan K3 pesawat uap yang lebih baru.
Perubahan dan Penyesuaian:
- Peraturan Uap 1930 telah mengalami beberapa perubahan dan penyesuaian seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan keselamatan kerja.
- Misalnya, Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1948 mengatur tentang pemeriksaan pesawat uap.
- Saat ini, ada berbagai peraturan perundangan lain yang terkait dengan K3 pesawat uap, termasuk Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan peraturan menteri terkait.
Permenaker Pesawat Uap
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) tentang Pesawat Uap, khususnya yang mengatur tentang operator pesawat uap, adalah Permenaker No. 4 Tahun 2025. Peraturan ini menggantikan Permenaker No. 01/MEN/1988 dan mengatur mengenai kualifikasi, syarat-syarat, serta pengawasan terkait operator pesawat uap.
Detail Permenaker No. 4 Tahun 2025:
- Tujuan:
Mengatur keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pesawat uap, termasuk kualifikasi dan syarat operator, serta tata cara perolehan lisensi K3. - Ruang Lingkup:
Meliputi syarat-syarat K3, kualifikasi operator, tata cara memperoleh lisensi, tugas, kewenangan, dan kewajiban operator, pengawasan, serta sanksi. - Operator Pesawat Uap:
Peraturan ini menetapkan persyaratan kompetensi dan kewajiban operator, termasuk pelaporan insiden dan pembuatan laporan bulanan. - Pencabutan Peraturan Lama:
Permenaker No. 4 Tahun 2025 mencabut dan menyatakan tidak berlaku Permenaker No. 01/MEN/1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-Syarat Operator Pesawat Uap.
Dasar Hukum:
- Peraturan ini didasarkan pada berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Uap 1930, dan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
- Penerbitan:
Permenaker ini diterbitkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. - Berlaku:
Permenaker ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan (19 Mei 2025) dan berlaku efektif dua hari setelah tanggal penetapan (21 Mei 2025).
Dengan adanya Permenaker No. 4 Tahun 2025, diharapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam pengoperasian pesawat uap dapat lebih terjaga seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan industri.
Pemakaian pesawat uap tanpa izin adalah melanggar hukum. Menurut Undang-undang Uap Tahun 1930, dilarang menjalankan pesawat uap tanpa surat izin yang dikeluarkan oleh Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.
Ketel uap tetap yang dipindahkan tempatnya maka harus dicabut
Ketel uap yang tetap (stationary boiler) yang dipindahkan tempatnya memang harus dicabut. Hal ini karena ketel uap tetap dirancang untuk beroperasi pada lokasi yang tetap dan tidak dirancang untuk sering dipindahkan. Pemindahan ketel uap tetap dapat menyebabkan kerusakan pada komponen-komponennya dan berpotensi menimbulkan bahaya keselamatan.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa ketel uap tetap harus dicabut sebelum dipindahkan:
- Perubahan Desain dan Konstruksi:
Ketel uap tetap dirancang untuk beroperasi pada posisi tetap, dengan pondasi dan penyangga yang sesuai. Memindahkan ketel uap tetap dapat merusak pondasi, struktur, dan komponen-komponennya. - Risiko Kebocoran:
Pemindahan dapat menyebabkan kebocoran pada sambungan pipa, katup, dan komponen lain yang terhubung dengan ketel uap. - Kerusakan Peralatan:
Getaran dan guncangan selama pemindahan dapat merusak bagian-bagian sensitif ketel uap, seperti alat pengukur tekanan, katup pengaman, dan komponen kontrol lainnya. - Bahaya Keselamatan:
Ketel uap yang tidak dipasang dengan benar setelah dipindahkan dapat menjadi tidak stabil dan berpotensi menimbulkan bahaya ledakan atau kecelakaan lainnya. - Pelanggaran Regulasi:
Pemindahan ketel uap tetap tanpa mengikuti prosedur yang benar dapat melanggar peraturan keselamatan dan perizinan yang berlaku.
Sebelum memindahkan ketel uap tetap
Oleh karena itu, sebelum memindahkan ketel uap tetap, penting untuk:
- Melakukan pemeriksaan menyeluruh: Periksa kondisi ketel uap, pipa, dan komponen lainnya.
- Memutuskan sambungan: Lepaskan semua sambungan pipa, kabel, dan saluran lainnya.
- Mengamankan komponen: Lindungi komponen yang sensitif dari kerusakan selama pemindahan.
- Menyediakan dukungan yang sesuai: Pastikan ketel uap dipindahkan dan dipasang kembali pada lokasi yang baru dengan dukungan yang memadai.
- Melakukan pengujian: Setelah dipindahkan, lakukan pengujian untuk memastikan ketel uap beroperasi dengan aman.
Dengan mengikuti prosedur yang benar, pemindahan ketel uap tetap dapat dilakukan dengan aman dan meminimalkan risiko kecelakaan dan kerusakan.
Gambar rencana pembuatan Pesawat Uap dan Bejana Tekan disahkan oleh
Gambar rencana pembuatan Pesawat Uap dan Bejana Tekan disahkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia.
Pengesahan ini merupakan bagian dari pengawasan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) untuk memastikan bahwa pesawat uap dan bejana tekan memenuhi standar keselamatan yang ditetapkan.
Penjelasan lebih lanjut tentang Pengesahan Gambar Pesawat Uap dan Bejana Tekan:
- Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan: adalah pejabat yang berwenang dalam pengawasan ketenagakerjaan, termasuk pengawasan K3 pesawat uap dan bejana tekan.
- Pengesahan gambar rencana ini merupakan langkah awal dalam proses pembuatan pesawat uap dan bejana tekan, memastikan bahwa desainnya memenuhi persyaratan keselamatan yang berlaku.
- Proses pengesahan ini melibatkan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Pesawat Uap dan Bejana Tekanan, atau oleh Ahli K3 yang kompeten di bidang ini.
- Dasar hukum pengawasan K3 pesawat uap dan bejana tekan antara lain adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01/MEN/1988 tentang K3 Pesawat Uap, dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 37 Tahun 2016 tentang K3 Bejana Tekan.